Skip to main content

Sejarah Minum Kopi di Indonesia dan Manfaatnya

Sejarah Minum Kopi di Indonesia dan Manfaatnya by Santrie Salafie

Sejarah Minum Kopi di Indonesia dan Manfaatnya - Bersama para santri, KH Anwari Siroj, waliyullah dari Payaman, Magelang, Jawa Tengah. Saat itu tengah membahas kenapa saat membaca kalimat tauhid Laa Ilaha Illallah dengan menggeleng-nggelengkan kepala. Menurut Riwayat yang diceritakan Habib Umar Muthohar Semarang (2016), para santri tersebut sedang melakukan bahtsul masail, yakni bahtsul masail diniyah atau pembahasan masalah-masalah keagamaan.

Para santri itu mencari kitab-kitab yang menjelaskan dasar atau rujukan tentang membaca tauhid dengan menggeleng-gelengkan kepala. Tentu saja tidak ketemu-ketemu. Tak berapa lama, Mbah Siroj mampir dan minta dibuatkan kopi. Segan terhadap ulama besar tersebut, para santri menghentikan bahtsul masail dan segera menyuguhkan kopi. Waliyullah tersebut lalu menikmati kopi dengan menyeruputnya.

'enaknya....,' kata mbah Sirojj sambil menggeleng -gelengkan kepala , (seperti itu sampai 3 x). Setelah itu beliau berangkat tanpa membantu para santri yang tengah mencari landasan atau rujukan tentang membaca kalimat tauhid dengan menggeleng- gelengkan kepala .

Sepeninggal Mbah Siroj tersebut, para santri gamang, melanjutkan pembahasan atau tidak. Tetapi seorang santri menanggapi tidak perlu dilanjutkan, sehubungan waliyullah itu telah mengurai perkara mereka dengan metode yang santun serta simpel, yaitu dengan menikmati kopi.

Sejarah Minum Kopi di Indonesia

Serupa kisah di atas, riwayat menikmati kopi di masa-masa sulit kerap ditemukan ketika melakukan perjuangan melawan penjajah. Seperti diketahui, perjuangan tak kenal lelah untuk mencapai kemerdekaan lahir dan batin terus ditempuh oleh para aktivis, santri, dan ulama pesantren. Bermacam-macam langkah sudah dicoba, baik lewat diplomasi damai, perlawanan kultural sampai bentrokan fisik.. Namun, kondisi melelahkan tersebut tidak ingin terlalu dirasakan oleh para pejuang. Mereka tetap sesekali melepas penat dan bersantai dengan menghirup dan menyeruput kopi.

KH Saifuddin Zuhri mengungkapkan bahwa antara 1940-1942 merupakan waktu di mana perjuangan mengalami pasang surut gejolaknya. Selaku salah satu pimpinan Gerakan Pemuda Ansor kala itu, Zuhri hendak sowan ke salah- seorang ulama di Purbalingga, Kiai Hisyam, pimpinan Pesantren Kalijaran, Purbalingga.

Sebuah pesantren dengan lebih kurang 700 orang santri yang datang dari berbagai pelosok Jawa Tengah dan sebagian dari Jawa Timur. Pesantren ini terletak di derah pegunungan, jauh dari kota. Tidak ada kendaraan yang dapat digunakan untuk mencapai pesantren tersebut. Mengenakan sepeda pun amat tidak mudah sebab harus berulang kali menyeberangi sungai yang deras airnya serta penuh dengan batu- batu kali di tebing- tebingnya.

Sehabis bersusah payah menempuh suatu perjalanan ke'Pesantren Kalijaran', Zuhri tiba di waktu ashar serta langsung diterima oleh Kiai Hisyam. Saat itu Kiai Hisyam juga sedang menerima tamu yaitu Kiai Raden Iskandar dari Karangmoncol. Pada saat beberapa kiai yang duduk bersama, tidak lain hanya untuk membicarakan konsolidasi perjuangan melawan kolonialisme. Kesadaran untuk mengusir para penjajah sudah menempel pada setiap pribadi para kiai sebab saking dekatnya dengan penduduk, kelompok yang sering menjadi korban kekejaman penjajah.

Baik Kiai Hisyam dan Kiai Raden Iskandar menanyakan perihal yang sama, Zuhri menempuh perjalanan dengan menggunakan apa serta dengan siapa? Pertanyaan ini muncul karena memang susahnya akses untuk mencapai Pesantren Kalijaran. Letak pesantren seperti ini secara otomatis sulit juga dijangkau oleh penjajah yang pergerakannya tidak luput untuk menelusuri jejak tokoh-tokoh penting untuk diperangi.

Di tengah-tengah obrolan mengenai pergerakan nasional, Kiai Hisyam memanggil santrinya untuk membuat kopi buat Saifuddin Zuhri.

“Santri, bikinkan kopi tubruk yang kental, pakai cangkir besar, cangkir tutup,”.ucap Kiai Hisyam menyuruh khadamnya untuk membuat kopi istimewa. (Guruku Orang-orang dari Pesantren, 2001).

Zuhri tahu betul kebiasaan para kiai. Kopi tubruk yang kental serta manis dengan cawan tutup yang besar merupakan sesuatu hidangan kehormatan serta hanya disuguhkan kepada orang yang dipandang wajib dihormati. Kalau seseorang itu disuguhi kopi, baik siang atau malam, pertanda kehormatan besar. Apalagi jika dengan cangkir besar yang bertutup. Ini suatu kehormatan istimewa. Minum teh, apalagi menggunakan gelas disangka bukan suguhan, Hanya sekedar pembasah tenggorokan.

Di tengah menyeruput kopi, 3 tokoh pesantren tersebut membicarakan Mengenai Ratu Wilhelmina, Ratu Belanda yang mengungsi ke London karna Hitler dengan pasukan Nazi- nya sudah menduduki Belanda. Tentu saja ‘hijrah’-nya Wilhelmina agar dapat meneruskan pemerintahan terhadap negara-negara jajahannya, termasuk tetap memegang kendali penuh Hindia Belanda di Indonesia. Informasi tersebut di antaranya didapat oleh Kiai Hisyam dengan membaca koran.

Perbincangan ini tentu saja terkait dengan strategi geopolitik internasional untuk kepentingan diplomasi dan perjuangan rakyat Indonesia. Penguasan Nazi Jerman di Belanda turut mempengaruhi eksistensi Hindia Belanda yang kemungkinan harus berhadapan dengan Jepan (Nippon), sekutu Hitler. Langkah ini penting untuk menentukan perjuangan selanjutnya. Dalam perihal ini, kopi tubruk membuat percakapan jadi terang benderang di tengah lelahnya berjuang melawan kolonialisme. Tidak hanya dilakukan dengan santai, obrolan para kiai juga tidak sempat luput dari guyon( humor).

Manfaat Minum Kopi

Meskipun meminum kopi dianggap oleh sebagian orang merupakan aktivitas yang menghabiskan banyak waktu, tetapi tidak dengan para kiai yang tetap menyeduh kopi ketika membicarakan hal-hal genting. Maksudnya, pembahasan genting wajib dikemas sedemikian rupa dengan suasana yang santai dengan menyeduh kopi.

Bahkan, pada sekitar tahun 1650-an, Mark Pendergrast dalam bukunya Sejarah Kopi mengungukapkan, kedai-kedai kopi di Eropa dipenuhi oleh banyak orang. Kedai kopi jadi tempat tidak hanya buat menikmati secangkir kopi saja, namun juga bagaikan ruang bertukar gagasan. Revolusi Perancis dirancang di kedai- kedai kopi. Sementara itu, kopi yang mereka nikmati berasal dari perbudakan orang- orang Afrika di Koloni-Perancis, Karibia. Budak-budak yang menggarap perkebunan kopi ini nantinya melakukan revolusi kulit hitam pertama yang sukses. (Fathoni)

Semoga dengan membaca salah satu sejarah minum kopi di Indonesia ini, bisa menambah wawasan kita semua tentang sejarah minum kopi di Indonesia. Salam santun dan semoga bermanfaat.

Baca juga: Tips Islami menjaga Kecantikan

Tambahkan aplikasi Santrie Salafie di smartphone tanpa install

  1. Buka SantrieSalafie.com dengan browser Chrome di smartphone
  2. Klik ikon 3 titik di browser
  3. Pilih "Tambahkan ke layar utama"
  4. Selanjutnya klik aplikasi Santrie Salafie dari layar utama smartphone Anda untuk menggunakannya.

Atau, ikuti Santrie Salafie di Google News dengan klik icon untuk mulai mengikuti dan mendapatkan pengalaman membaca lebih mudah.

Comment Policy: Silakan baca Kebijakan Komentar kami sebelum berkomentar.
Buka Komentar
Tutup Komentar
-->